Cara Melindungi Anak Dengan Kasih Sayang
Undang-undang Perlindungan Anak telah menjamin bahwa setiap anak memperoleh hak untuk dilindungi dari berbagai situasi dan kondisi yang dapat mengancam kehidupannya, tetapi implementasinya masih belum seperti yang diharapkan.
Kasus-kasus anak
terlantar, anak-anak jalanan yang putus sekolah, perdagangan anak, pelecehan
seksual, menjadi persoalan yang setiap saat dengan mudah kita temukan melalui
berbagai media massa. Hal tersebut menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat dalam
memenuhi hak perlindungan terhadap anak masih rendah, sehingga mereka
mengabaikan dan memperlakukan anak tidak sesuai dengan apa yang seharusnya
dilakukan.
Hal tersebut
dapat menjadi penyebab menguatnya akar kekerasan dan pengabaian terhadap hak
anak. Sebagai titipan Tuhan, anak tidak menjadi milik orangtua yang dapat
diperlakukan sekehendak hati. Anak merupakan ujian bagi hamba yang taat kepada
Tuhan untuk mengasuh dan mendidik mereka hingga menjadi manusia utama, mulia di
hadapan Tuhan dan makhluk lainnya.
Oleh karena itu,
negara wajib melakukan up ya-upaya pendidikan, penyuluhan, dan pemberian
informasi kepada masyarakat mengenai hak-hak anak sebagaimana diatur dalam
undang-undang, antara lain: Perlindungan untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (pasal
2, 3, 4, 5).
Perlindungan dari
diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman,
kekerasan dan penganiayaan, serta ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya
(pasal 13, 14). Perlindungan penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan
dalam sengketa bersenjata, kerusuhan sosial, peristiwa kekerasan, dan perang
(pasal 15).
Perlindungan dari
sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi
(pasal 16). Perlindungan jaminan mendapatkan sarana dan prasarana dalam
penyelenggaraan perlindungan anak (pasal 20, 21, 22, 23, 24, 25). Perlindungan
untuk beribadah menurut agamanya (pasal 42).
Memberikan
perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan
dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi
secara ekonomi dan atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi
korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
(napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban
kekerasan baik fisik dan atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak
korban perlakuan salah dan penelantaran (pasal 59-71). Islam sebagai agama yang
menjadi rahmat bagi setiap makhluk sangat memperhatikan perlindungan hak anak.
Al-Quran
menggariskan nilai-nilai dalam pemenuhan terhadap perlindungan bagi setiap
anak, baik laki-laki maupun perempuan dari perlakuan kekerasan. Ajaran
Islam memandang bahwa anak adalah amanah Allah Swt. yang harus dijaga dan
dipelihara oleh orangtuanya.
Allah Swt. dalam
Al-Quran menekankan tentang pentingnya merefleksi dan memikirkan tentang
keajaiban penciptaan alam semesta. Alam dengan segala isi dan kandungannya
merupakan sumber makrifat kepada Zat-Nya. Di antara keajaiban alam dan makhluk
yang berada di alam semesta ini adalah anak dipandang sebagai hal yang sangat
unik, karena keajaiban proses penciptaannya terdapat dalam diri manusia itu
sendiri. Allah Swt. memberitakan tentang asal-usul kejadian manusia tersebut
melalui firman-Nya, Dialah yang menciptakanmu dari tanah, kemudian dari setetes
mani, lalu dari segumpal darah, kemudian kamu dilahirkan sebagai seorang anak,
kemudian dibiarkan kamu sampai dewasa, lalu menjadi tua. Tetapi, di antara kamu
ada yang dimatikan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) agar kamu sampai kepada
kurun waktu yang ditentukan, agar kamu mengerti (QS Al-Mu’min [40]: 67). Perlu
dikemukakan di sini bahwa perhatian Islam terhadap nasib dan kesejahteraan anak
telah dimulai sejak datangnya Islam itu sendiri. Islam mengagungkan dan selalu
memelihara kepentingan anak bukan hanya setelah lahir, bahkan semenjak ia belum
menjadi anak, ketika masih berada dalam kandungan, saat kelahiran, hingga ia
dewasa. Masa kanak-kanak dalam Islam digambarkan sebagai suatu keindahan dunia
yang diliputi kebahagiaan, keelokan, cita, dan cinta.
Anak digambarkan
oleh Al-Quran sebagai perhiasan dunia. Allah Swt. berfirman, Harta dan
anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia (QS Al-Kahfi [18]: 46). Nabi Saw.
menggambarkan kepada kita bahwa dunia anak-anak seperti kehidupan surga, yang
sangat menyenangkan bagi orang tuanya, sebagaimana sabdanya, “anak-anak itu
bagaikan kupu-kupu surga.” Nabi Saw. hendak mengingatkan kita bahwa anak
seperti juga kupu-kupu adalah makhluk Allah Swt. yang sangat fragile, mudah
patah, yang harus dijaga dan dirawat secara hati-hati agar ia selamat di dunia
hingga akhirat.
Diriwayatkan dari
Aisyah r.a., Rasulullah Saw. bersabda, “Allah itu Mahalembut, mencintai
kelemahlembutan, diberikan kepada kelembutan apa yang tidak diberikan kepada
kekerasan dan kepada selainnya.” Dalam hadis lain beliau menyebutkan, “Tidaklah
kelemahlem butan itu terdapat pada sesuatu, melainkan akan membuatnya indah,
dan ketiadaannya dari sesuatu akan menyebabkannya menjadi buruk.”
Kedatangan Islam
diakui oleh umatnya telah mampu mengubah tradisi dan budaya masyarakat yang
gemar melakukan tindak kekerasan, terutama diskriminasi terhadap anak
perempuan. Sebelum Islam datang, kehadiran anak perempuan sangat tidak disukai,
bahkan banyak di antara mereka harus dilenyapkan karena dianggap aib keluarga,
sebagaimana tergambar dalam firman-Nya, Padahal apa bila seseorang dari mereka
diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah
padam), dan dia sangat marah (QS Al-Nahl [16]: 58).
Namun, setelah
Islam diturunkan ke muka bumi, Allah Swt. melarang perlakuan diskriminatif dan
tindak kekerasan terhadap anak-anak, dan kehadiran mereka harus disambut dengan
sukacita, tanpa membedakan jenis kelaminnya. Islam secara khusus telah
menggariskan hak-hak anak yang harus dipenuhi oleh para orang tua, masyarakat,
maupun lingkungannya, sebagaimana diulas oleh Dr. Abdullah bin Ahmad Al-Qadiri
berikut: “Ketika Islam datang, Allah Swt. melarang pembunuhan jiwa manusia
tanpa dibarengi dengan jalan yang haq. Islam secara khusus melarang pembunuhan
terhadap anak perempuan. Sejak itu, kaum Muslim selalu mengadakan pesta guna
menyambut anak yang baru lahir, baik anak laki-laki maupun perempuan.
Mereka
menyembelih hewan-hewan kurban untuknya sebagai ungkapan rasa syukur dan terima
kasih kepada Allah Swt. Mereka mengeluarkan sedekah dengan uang senilai harga
emas seberat timbangan rambut anak mereka yang baru dicukur. Mereka
mengkhitankan bayi (laki-laki)-nya pula. Mereka merawat dan mendidiknya dengan
penuh kasih sayang dan kemuliaan tanpa membedakan jenis kelaminnya,
laki-laki atau perempuan.”
Pandangan
tersebut membuktikan bahwa perhatian Islam terhadap masalah kehidupan anak
sangat besar, dibuktikan dengan menganjurkan setiap orangtua untuk
memperlakukan anak-anaknya dengan cara yang adil, penuh kasih sayang,
dibahagiakan hidupnya tanpa membedakan laki-laki atau perempuan.
Beberapa hak
perlindungan terhadap anak, antara lain tercantum dalam ayat-ayat Al-Quran
berikut: Dan demikianlah berhala-berhala mereka (setan) menjadikan terasa indah
bagi banyak orang musyrik membunuh anak-anak mereka, untuk membi nasakan mereka
dan mengacaukan agama mereka sendiri.
Dan kalau Allah
menghendaki, niscaya mereka tidak akan mengerjakannya, biarkanlah mereka
bersama apa (kebohongan) yang mereka ada-ada kan. (QS Al-An‘âm [6]: 137)
Sungguh rugi mereka yang membunuh anak-anaknya, karena kebodohan tanpa
pengetahuan, dan mengharamkan rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka
dengan semata-mata membuat-buat kebohongan terhadap Allah. Sungguh, mereka
telah sesat dan tidak mendapat petunjuk. (QS Al-An‘âm [6]: 140) Katakanlah
(Muhammad), “Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Janganlah
mempersekutukan-Nya dengan apa pun, berbuat baik kepada ibu bapak, janganlah
membunuh anak-anakmu karena miskin.
Kamilah yang
memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; janganlah kamu mendekati perbuatan
yang keji, baik yang terlihat ataupun yang tersembunyi, janganlah kamu membunuh
orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar.” Demikianlah Dia
memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti. (QS Al-An‘âm [6]: 151) Padahal
apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan,
wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia sangat marah.
Dia bersembunyi
dari orang banyak, disebabkan kabar buruk yang disampaikan kepadanya. Apakah
dia akan memeliharanya dengan (menanggung) kehinaan atau akan membenamkannya ke
dalam tanah (hidup-hidup)? Ingatlah, alangkah buruknya (putusan) yang mereka
tetapkan itu. (QS Al-Nahl [16]: 58-59) Wahai Nabi! Apabila perempuan-perempuan
mukmin datang kepadamu untuk mengadakan bai’at (janji setia), bahwa mereka
tidak akan menyekutukan sesuatu apa pun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak
akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang
mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu
dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan
untuk mereka kepada Allah.
Sungguh Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS Al-Mumtahanah [60]: 12) Dan apabila
bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya. Karena dosa apakah dia
dibunuh? (QS AlTakwîr [81]: 89) Maka ketika melahirkannya, dia berkata, “Ya
Tuhanku, aku telah melahirkan anak perempuan.” Padahal Allah lebih tahu apa
yang dia lahirkan; dan laki-laki tidak sama dengan perempuan. “Dan aku
memberinya nama Maryam, dan aku mohon perlindungan-Mu untuknya dan anak cucunya
dari (gangguan) setan yang terkutuk.” (QS Ãli ‘Imrân [3]: 36)