Membangun Karakter Anak Sejak Dalam Kandungan
Bukan hanya
ibu-ibu yang menaruh perhatian terhadap pendidikan anak-anak. Para pemimpin
bangsa juga harus berperan aktif dalam menangani masalah ini, karena pendidikan
anak berkaitan dengan pendidikan generasi.
Prestasi generasi
tua bangsa ini menjadi tidak berarti jika generasi berikutnya tidak terdidik atau
salah didik sebagai generasi penerus. Anak-anak kita terbentuk karakternya
melalui tiga lingkaran pendidikan: keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Ada orangtua yang
sangat menekankan pendidikan di keluarganya, ada yang lebih memercayakan kepada
sekolah unggulan dengan biaya mahal, dan ada yang tidak mampu di keluarga dan
tidak mampu juga memasukkan anaknya ke sekolah unggulan, bahkan ke sekolah
biasa, sehingga terpaksa menyerahkan pendidikan anaknya kepada masyarakat.
Dalam kenyataan
sosial, ada lulusan sekolah unggulan yang karakternya buruk sehingga ketika
dewasa menjadi duri di tengah masyarakatnya. Sebaliknya, ada anak dari keluarga
miskin yang keluarganya sangat tidak memadai secara sosial sehingga anaknya
sejak kecil dilepas begitu saja di tengah masyarakat.
Namun akhirnya,
ia justru menjadi orang yang berkarakter dan bermakna di tengah-tengah
masyarakatnya. Pertanyaannya, di mana memang dasar pendidikan yang menjadi
tonggak terbangunnya karakter anak-anak kita? Di sinilah relevansinya kita
berbicara tentang pranatalia education, atau pendidikan anak sebelum lahir.
Dasar Psikologi
Teori
Behaviourisme mengatakan bahwa anak itu bagaikan selembar kertas putih yang
bisa ditulis atau digambar apa saja, dan sang kertas tak pernah bisa menolak.
Manusia, menurut teori ini, terbentuk oleh lingkungannya, disebut homo
mechanicus, atau manusia mesin yang tak berjiwa.
Lancar tidaknya
mesin bukan bergantung kepada faktor dalam, tetapi oleh faktor luar, seperti
onderdil dan bahan bakar. Lingkunganlah yang bisa membentuk manusia menjadi
pemberani, penakut, pendendam, atau pemaaf.
Teori ini
dibantah oleh teori kognitif yang menyatakan bahwa manusia itu bisa berpikir
sehingga bisa mendistorsi lingkungan, tidak tunduk begitu saja. Teori kognitif
akhirnya berkembang menjadi teori humanisme yang menyatakan bahwa manusia bukan
hanya mampu berpikir, tetapi juga mengerti akan makna hidup. Pertanyaannya,
dari mana manusia mengerti akan makna, dari lingkungan atau dari mana? Teori
psikologi mutakhir cenderung mengatakan bahwa faktor hereditas atau keturunan
sangat dominan dalam menentukan kualitas manusia, bukan lingkungan.
Hadis Nabi Saw.
mengisyaratkan adanya dua konsep tersebut. Menurut hadis Nabi Saw., setiap bayi
lahir dalam keadaan fitrah, orang tuanyalah yang akan membentuknya menjadi
Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Pertanyaannya, apakah pengertian fitrah itu sama
dengan selembar kertas putih kosong, atau selembar kertas yang sudah memiliki
potensi warna yang menunggu diaktualkan?
Pengertian Fitrah
Dalam bahasa
Arab, fitrah mempunyai tiga arti: belahan, muncul, dan penciptaan. Jika
dihubungkan dengan manusia, fitrah berarti apa yang menjadi bawaan manusia
sejak lahir, atau menurut istilah Melayu, keadaan semula jadi.
Dalam Al-Quran,
kata fitrah dengan berbagai kata bentukannya disebut sebanyak 28 kali: 14 kali
dalam konteks uraian tentang bumi dan langit, dan sisanya dalam konteks
manusia. Jadi, fitrah manusia adalah potensi psikologis dan ruhaniah yang sudah
ada dalam desain awal penciptaannya, baik potensi yang mendorong pada hal-hal
yang positif maupun negatif. Sejak dalam kandungan, manusia telah memiliki
potensi “kesempurnaan”, dan potensi sistem dalam menghadapi berbagai realitas
kehidupan nanti setelah lahir hingga matinya. Pranatalia education berfungsi
mengukuhkan potensi positif yang nanti akan menjadi pola dalam hukum Stimulus
and Respond (SR).
Teori ini
kemudian diadopsi oleh budaya Jawa yang mengatakan bahwa buah kelapa tidak akan
jatuh jauh dari pohonnya, atau kacang ora tinggal lanjarane (Jawa).
Konsep Sehat Walafiat dan Konsep
Halâlan Thayyiban
Sehat berhubungan
dengan fungsi, sedangkan afiat berhubungan dengan tujuan penciptaan atau makna.
Mata yang sehat adalah mata yang bisa digunakan untuk melihat tanpa alat bantu,
sedangkan mata yang afiat adalah mata yang mudah untuk melihat kebaikan dan
susah untuk melihat keburukan. Sebab, tujuan atau makna penciptaan mata oleh
Tuhan adalah agar bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Makna thayyiban
untuk makanan adalah makanan yang bergizi tinggi, sedangkan halâlan mengandung
arti spiritual, yakni diridhai Tuhan. Makanan yang bergizi tetapi dibeli dengan
uang korupsi, maka makanan itu berguna untuk pembentukan fisik, tetapi merusak
untuk pembentukan karakter karena tidak diridhai Tuhan.
Pranatalia
education dimulai ketika sepasang suami istri melakukan hubungan intim.
Hubungan seksual secara fisik merupakan pemuasan syahwat, tetapi secara
spiritual mereka harus berdoa agar hubungan itu menjadi proses lahirnya anak
yang saleh dan diberkati. Selama dalam kandungan, janin harus diberi konsum si
yang halal dan thayyib melalui ibunya.
Begitu pula
dengan ayah. Setiap aktivitasnya harus diniatkan sebagai proses pembentukan karakter
anak. Jika berharap anaknya nanti berkarakter jujur, jangan sekali-sekali
melakukan kebohongan ketika anaknya dalam kandungan. Jika ingin anaknya
memiliki sifat pemurah, perbanyaklah sedekah.
Teori ini juga
kemudian diadopsi oleh budaya Jawa, antara lain bahwa jika istri sedang
mengandung, suami tidak boleh menyembelih hewan, tidak boleh menyakiti
binatang, dan berbagai larangan lainnya. Tradisi ngupati (4 bulan) dan nujuh
bulan sesungguhnya berdasarkan teori pranatalia education. Dan ketika anak
lahir langsung di azani, yakni secara spiritual diberi fondasi iman dan tauhid.
Membangun Karakter Individu
Menurut Sigmund
Freud, kepribadian manusia berdiri di atas tiga pilar: id, ego, dan super ego.
Dengan istilah lain adalah unsur hewani, akal, dan moral. Perilaku manusia menurut
Freud merupakan in teraksi dari ketiga pilar tersebut, tetapi kesimpulan Freud
tentang manusia adalah homo volens, yakni makhluk berkeinginan yang tingkah
lakunya dikendalikan oleh dorongan keinginan alam bawah sadarnya. Kritik
terhadap teori Psikoanalisa Freud adalah kesimpulannya tentang manusia
menempatkannya pada makhluk yang tidak merdeka karena ia tunduk pada keinginan
bawah sadar.
Sebuah kesimpulan
yang merendahkan martabat manusia. Dalam pandangan Islam, kepribadian merupakan
interaksi dari kualitas-kualitas nafs, qalb, ‘aql, dan bashîrah-nya, interaksi
antara jiwa, hati, akal, dan hati nuraninya.
Kepribadian
seseorang, selain bermodal kapasitas fitrah bawaan sejak lahir dari warisan
genetika orangtuanya, ia juga terbentuk melalui proses panjang riwayat
hidupnya. Proses intemalisasi nilai pengetahuan dan pengalaman dalam dirinya.
Dalam perspektif ini, agama yang diterima dari pengetahuan maupun yang dihayati
dari pengalaman ruhani masuk ke dalam struktur kepribadian seseorang.
Orang yang
menguasai ilmu agama atau ilmu akhlak (sebagai ilmu) tidak otomatis memiliki
kepribadian yang tinggi, karena kepribadian bukan hanya aspek pengetahuan.
Obsesi membentuk manusia (sebagai individu) yang berkepribadian atau yang
berkarakter bisa dimiliki oleh orangtua terhadap anaknya, guru terhadap anak
didiknya, atau oleh seseorang yang memiliki perhatian khusus kepada orang-orang
dan anak-anak tertentu.
Membangun
kepribadian bukanlah pekerjaan sederhana. Ia membutuhkan situasi psikologis dan
sugesti yang kondusif bagi intemalisasi nilai. Infrastruktur yang harus
disediakan bagi pembentukan insan yang berkepribadian antara lain:
1.
pengetahuan
tentang nilai (values);
2.
lingkungan
yang kondusif;
3.
adanya
tokoh idola; dan
4.
pembiasaan
pola tingkah laku.
Pengetahuan tentang Nilai
Tingkah laku
manusia dipengaruhi oleh aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Jika
seseorang memiliki kapasitas yang seimbang dari ketiga aspek tersebut, secara
teori ia dapat hidup harmoni dengan lingkungan dan dengan dirinya karena ia
mampu mengamati dan merespons permasalahan secara benar dan proporsional.
Di rumah saya
pernah tinggal seorang gadis desa yang kepribadiannya sangat baik, rajin
bekerja dan belajar, serta penuh tanggung jawab. Akan tetapi, saya sangat
terkejut ketika ia melakukan sesuatu yang menurut ukuran saya tidak sopan atau
tidak tahu diri.
Belakangan
diketahui bahwa ia memang tidak tahu bahwa apa yang dilakukannya itu melanggar nilai-nilai
etika dan bahkan nilai kesehatan, karena di kampung tempat tinggalnya hal
tersebut tidak dipandang tercela oleh masyarakat.
Setelah diberi
tahu, hal itu tidak pernah terulang kembali. Jadi, pengetahuan tentang nilai
akhlak itu sangat besar pengaruhnya dalam pembentukan kepribadian, terutama
bagi anak yang memiliki fitrah bawaan yang baik. Pengetahuan tentang
nilai-nilai akhlak bisa disampaikan oleh:
1.
orangtua
di rumah melalui dongeng sebelum tidur, kemudian melalui nasihat rutin atau
khusus sehubungan dengan event-event penting, misalnya, ketika akan berangkat
merantau, dalam proses memilih jodoh, ketika memulai hidup rumah tangga, atau
akan menduduki suatu jabatan;
2.
guru
di sekolah, berupa pelajaran ilmu akhlak atau budi pekerti. Pelajaran ilmu
akhlak di sekolah pada umumnya lebih berpengaruh pada aspek kognitif, dan
kurang menyentuh aspek afektif. Akan tetapi, disiplin sekolah yang bermuatan
nilai akhlak, meski bisa jadi tidak disukai oleh murid, memiliki pengaruh yang
cukup besar dalam diri si murid, sekurang-kurangnya masuk ke alam bawah sadar;
3.
ulama
atau orang bijak setiap selesai shalat atau dalam pengajian, atau dalam
pertemuan khusus;
4.
cendekiawan
melalui forum diskusi;
5.
melalui
literatur yang terprogram; dan
6.
bisa
juga diperoleh dari peristiwa yang mengesankan hatinya yang kemudian dijadikan
pelajaran.
Pada anak kecil
dan remaja, pengetahuan tentang nilai akhlak itu bersifat normatif, tetapi pada
orang dewasa, pengetahuan tentang nilai akhlak itu harus disampaikan dalam forum
yang memungkinkan terjadinya dialog. Sebab, tujuan pemberitahuan tentang nilai
bukan hanya informatif, tetapi diharapkan berakhir dengan penghayatan nilai.