Hikmah Mengazankan, Mengiqamahkan dan Mengaqiqah Bayi dalam Islam
Salam Ayah Bunda, Kali ini Islam Parenting akan membahas kembali hal yang perlu dilakukan setelah bayi lahir. Kali ini kami akan menguraikan Hikmah Mengazankan, Mengiqamahkan dan Mengaqiqah Bayi dalam Islam.
Mengazankan dan Mengiqamahkan
Bayi
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya tentang apa
yang harus dilakukan setelah melahirkan bayi, salah satu di antaranya
adalah dianjurkan untuk memperdengarkan lafaz azan di telinga kanan bayi dan
lafaz iqamah di telinga kiri. Sebagaimana yang diriwayatkan Ahmad, Abu Daud,
dan Al-Nasa’i, bahwa ketika Husain lahir, Rasulullah Saw. memperdengarkan azan
di telinganya seperti azan yang diperdengarkan untuk shalat. Beberapa manfaat
bagi si bayi dengan amalan ini, antara lain:
·
Azan merupakan lafaz doa dengan mengenalkan kalimat-kalimat yang baik untuk
seorang bayi.
·
Pengumandangan
azan langsung di telinga bayi merupakan rekaman suara pertama dalam memori otak
bayi yang membuka pendengarannya dengan kalimat tentang keagungan Allah dan
kalimat syahadat.
·
Diharapkan
dapat meninggalkan kesan dan pengaruh positif dalam jiwanya.
Aqiqah atau Selamatan
Aqiqah artinya menyembelih kambing atas kelahiran anak pada hari ketujuh
dari kelahirannya. Hukumnya sunnah, tidak wajib, dan merupakan anjuran bagi
yang mampu saja. Bahkan, Fathimah r.a. sendiri tidak melakukannya, dan yang
mengaqiqahkan ke dua anaknya adalah Nabi Saw. Menurut kebanyakan ahli fiqih,
meskipun aqiqah sunnah, namun dianjurkan karena dapat menambah makna kasih
sayang, kecintaan, dan mempererat tali ikatan sosial antara kerabat dan keluarga,
tetangga, dan handai taulan.
Di samping itu,
dapat menjadi sumbangan sosial, bila sebagian kaum fakir miskin turut diundang
untuk menikmati hidangan dari aqiqah tersebut. Aqiqah artinya
menyembelih kambing atas kelahiran anak pada hari ketujuh dari kelahirannya.
Hukumnya sunnah, tidak wa jib, dan merupakan anjuran bagi yang mampu saja.
Bahkan, Fathimah r.a. sendiri tidak melakukannya, dan yang mengaqiqahkan kedua
anaknya adalah Nabi Saw.
Sebelum Islam,
tradisi selamatan (pesta syukuran) atas kelahiran seorang bayi hanya
diperuntukkan bagi kelahiran bayi laki-laki, tidak untuk bayi perempuan. Akan
tetapi, tradisi yang amat menyakiti kaum perempuan tersebut diubah oleh Islam,
dengan menganjurkan bahwa dalam hal selamatan bayi tidak boleh ada
diskriminasi.
Syukuran atas
kelahiran bayi laki-laki maupun perempuan tidak boleh dibedakan.
Tasyakuran tidak harus dirayakan secara besar-besaran, yang penting berlangsung
khidmat walau sederhana sekalipun. Tradisi semacam ini berawal dari Sunnah Nabi
Saw., bahwa beliau bersabda tentang aqiqah, “Setiap anak itu digadaikan dengan
aqiqah.
Disembelihkan
baginya pada hari ketujuh dari kelahirannya, dicukur rambut kepalanya dan
diberi nama.” Apabila setiap anak diaqiqah dengan dua ekor kambing juga boleh,
bahkan lebih baik. Ada perbedaan riwayat mengenai hal ini.
Menurut Jarir bin
Hazim, Rasulullah Saw. mengaqiqah Hasan dan Husain, anak Fathimah r.a., dengan
dua ekor kambing. Sementara menurut Ibn Abbas r.a., Rasulullah Saw. telah
mengaqiqah Hasan dan Husain masing-masing satu kambing, sebagaimana disebutkan
dalam hadis berikut, “Rasulullah Saw. telah mengaqiqah Hasan dan Husain dengan
satu ekor biri-biri.” Lain lagi cerita Ummu Karaz Al-Ka‘biyah bahwa ia pernah
bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang aqiqah.
Beliau bersabda,
“Bagi anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing dan bagi anak
perempuan disembelihkan satu ekor kambing.” Cerita Ummu Karaz tersebut sangat
masuk akal jika kita melihatnya dari sudut pandang sosio-kultural masyarakat
bangsa Arab sebelum Islam. Pada masa itu, mereka hanya membuat aqiqah untuk
bayi laki-laki, sementara bayi perempuan tidak dibuatkan aqiqah.
Namun, ketika
Islam datang, Nabi Saw. menganjurkan dibuatkan aqiqah untuk semua bayi yang
lahir. Adapun mengenai jumlahnya, bergantung pada kemampuan masing-masing. Nabi
beraqiqah untuk cucunya, yaitu Hasan dan Husain, masing-masing hanya dengan
seekor kambing, padahal mereka adalah laki-laki.
Dalam tradisi
pesantren, tasyakuran diselenggarakan ketika bayi berusia tujuh hari. Umumnya
acara diselingi dengan pembacaan shalawat Nabi atau marhabanan, sekaligus
pemberian nama dan acara cukur rambut. Bagi yang mampu, disunnahkan menyembelih
kambing sebagai aqiqah. Setiap anak, baik laki-laki maupun perempuan,
dibuatkan aqiqah dengan seekor atau dua ekor kambing.
Kesimpulan
Itulah hikmah
mengazankan, mangiqamahkan dan mengaqiqah bayi dalam islam. Perbuatan ini
merupakan hal yang sangat mulia. Semoga Ayah Bunda bisa menjadi wadah lahir dan
berkembangnya bayi bayi muslim yang sehat, tangguh serta senantiasa beriman dan
bertqawa kepada Allah SWT.